Seputar Kesehatan dan Keperawatan by Nanda Deka Pratama. Powered by Blogger.

KONSEP DYSMENORRHEA


Dysmenorrhea / Dismenore



Pengertian Dysmenorrhea
              Pada saat menstruasi, wanita kadang merasa nyeri. Sifat dan tingkat rasa nyeri bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Kondisi tersebut dinamakan dysmenorrhea, yaitu keadaan nyeri yang hebat dan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Dysmenorrhea merupakan suatu fenomena simptomatik meliputi nyeri abdomen, kram dan sakit punggung. Gejala gastrointestinal seperti mual dan diare dapat terjadi sebagai gejala dari menstruasi (Kusmiran, 2011).
              Dysmenorrhea adalah menstruasi yang menimbulkan rasa nyeri. Keadaan ini mengenai 60-70% dari wanita yang mengalami menstruasi, artinya kebanyakan perempuan mengalami dysmenorrhea dalam proses menstruasinya (Rayburn & Carey, 2001).

Klasifikasi Dysmenorrhea                                                                              
              Secara klinis, dysmenorrhea dibagi menjadi dua, yaitu dysmenorrhea primer dan dysmenorrhea sekunder.
1. Dysmenorrhea Primer
                   Dysmenorrhea primer adalah nyeri menstruasi yang dijumpai tanpa kelainan alat-alat genital yang nyata. Dysmenorrhea primer biasanya terjadi dalam 6-12 bulan pertama setelah menstruasi pertama (menarche), segera setelah siklus ovulasi teratur ditentukan. Selama menstruasi, sel-sel endometrium yang terkelupas melepaskan prostaglandin. Prostaglandin merangsang otot uterus dan mempengaruhi pembuluh darah yang menyebabkan iskemia uterus melalui kontraksi miometrium dan vasokontriksi pembuluh darah. Vasopressin (suatu hormon yang menyempitkan pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah, dan mengurangi pengeluaran excretion/air seni) juga memiliki peran yang sama.
              Kadar prostaglandin yang meningkat ditemukan di cairan endometrium wanita dengan dysmenorrhea dan berhubungan baik dengan derajat nyeri. Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak tiga kali lipat terjadi dari fase folikuler menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama menstruasi. Peningkatan prostaglandin di endometrium yang mengikuti penurunan progesteron pada akhir fase luteal menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan.
              Leukotriene juga telah diterima ahli untuk mempertinggi sensitivitas nyeri serabut di uterus. Jumlah leukotriene yang signifikan telah ditunjukkan di endometrium perempuan penderita dysmenorrhea primer yang tidak merespons terapi antagonis prostaglandin.
                   Hormon pituitari posterior, vasopressin terlibat pada hipersensitivitas miometrium, mengurangi aliran darah uterus, dan nyeri pada penderita dysmenorrhea primer. Peranan vasopressin di endometrium dapat berhubungan dengan sintesis dan pelepasan prostaglandin. Hipotesis neuronal juga telah direkomendasikan untuk patogenesis dysmenorrhea primer. Neuron nyeri tipe C di stimulasi oleh metabolik anareob yang diproduksi oleh iskemik endometrium (Anurogo & Wulandari).
2. Dysmenorrhea sekunder
                    Dysmenorrhea sekunder biasanya baru muncul kemudian, yaitu jika ada penyakit atau kelainan yang menetap seperti infeksi rahim, kista atau polip, tumor sekitar kandungan, serta kelainan kedudukan rahim yang mengganggu organ dan jaringan di sekitarnya (Kusmiran, 2011). Massa dalam rongga panggul, uterus yang tidak bisa digerakkan, ligamentum uterosacralis  yang berbenjol-benjol, atau lendir seviks yang bernanah bisa memberikan kesan tentang etiologi yang spesifik. Gejala-gejalanya bergantung kepada penyebab dari dysmenorrhea sekunder tersebut. Dispareunia, menoragia, dan demam adalah gejala-gejala yang bisa muncul. Gejala-gejala itu biasanya di mulai pada tahun-tahun usia reproduksi pertengahan atau lewat (setelah berusia 20 tahun). Pengobatan pada dysmenorrhea diarahkan pada penyebab dari dysmenorrhea itu sendiri (Rayburn & Carey, 2001).
                   Dysmenorrhea sekunder dapat terjadi kapan saja setelah haid pertama, tetapi yang paling sering muncul di usia 20-30 tahunan, setelah tahun-tahun normal dengan siklus tanpa nyeri. Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada dysmenorrhea sekunder. Namun, penyakit pelvis yang menyertai haruslah ada. Penyebab yang umum, diantaranya termasuk endometriosis, adenomyosis, polip endometrium, chronic pelvic inflamatory disease, dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IU(C)D (Intrauterine (Contraceptive) Device). Hampir semua proses apapun yang mempengaruhi pelvic viscera dapat mengakibatkan nyeri pelvis siklik (Anurogo & Wulandari, 2011).

Penyebab Dysmenorrhea
              Secara umum, dysmenorrhea muncul akibat kontraksi disritmik miometrium yang menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik di sisi medial paha.
1. Penyebab dysmenorrhea primer
a. Faktor endokrin
     Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase corpus luteum. Hormon progesteron menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus, sedangkan hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus. Di sisi lain, endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostaglandin F2 sehingga menyebabkan kontraksi otot-otot polos. Jika kadar prostaglandin yang berlebihan memasuki peredaran darah, maka selain dysmenorrhea dapat juga dijumpai efek lainnya seperti nausea (mual), muntah, dan diare.
b.  Faktor kejiwaan atau gangguan psikis
     Rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik dengan masalah jenis kelaminnya, dan imaturitas.
c. Faktor konstitusi
     Anemia dan penyakit menahun juga dapat mempengaruhi timbulnya dysmenorrhea.
d. Faktor alergi
     Penyebab alergi adalah toksin haid. Menurut riset, ada hubungan antara dysmenorrhea dengan urtikuria, migrain, dan asma.
2. Penyebab dysmenorrhea sekunder
Beberapa penyebab dysmenorrhea sekunder antara lain:
a.  Intrauterine contraceptive devices (alat kontrasepsi dalam rahim)
b.  Adenomyosis (adanya endometrium selain di rahim)
c.  Uterine mioma (tumor jinak rahim yang terdiri dari jaringan otot), terutama mioma submukosum (bentuk mioma uteri)
d.  Uterine polyps (tumor jinak di rahim)
e. Adhesions (pelekatan)
f.  Senosis atau struktur serviks, struktur kanalis servikalis, varikosis velvik, dan adanya AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
g.  Ovarian cysts (kista ovarium)
h. Ovarian torsion (sel telur terpuntir atau terpelintir)
i.   Pelvic congestion syndrome (gangguan atau sumbatan di panggul)
j.   Uterine leiomyoma (tumor jinak otot rahim)
k.  Mittelschmerz (nyeri saat pertengahan siklus ovulasi)
l.   Psychogenic pain (nyeri psikogenik)
m. Endometriosis pelvis (jaringan endometrium yang beradadi panggul)
n.  Penyakit radang panggul kronis
o.  Tumor ovarium, polip endometrium
p.  Kelainan letak uterus seperti retrofleksi, hiperantefleksi, dan retrofleksi terfiksasi
q.  Faktor psikis, seperti takut tidak punya anak, konflik dengan pasangan, gangguan libido.
r.   Allen-Masters syndrome (kerusakan lapisan otot di panggul sehingga pergerakan serviks meningkat abnormal) (Anurogo & Wulandari, 2011).                                                              

Manifestasi Klinis Dysmenorrhea
1. Dysmenorrhea primer
Gejala-gejala umum dysmenorrhea primer antara lain sebagai berikut:
a. Malaise (rasa tidak enak badan)
b.  Fatigue (lelah)
c.  Nausea (Mual) dan vomiting (muntah)
d.  Diare
e.  Nyeri punggung bawah
f.  Sakit kepala
g.  Kadang-kadang dapat juga disertai vertigo
h.  Gejala klinis dysmenorrhea primer termasuk onset segera setelah menarche dan biasanya berlangsung 48-72 jam, sering mulai beberapa jam sebelum atau sesaat setelah menstruasi. Selain itu juga terjadi nyeri perut atau nyeri seperti saat melahirkan dan hal ini sering ditemukan pada pemeriksaan pelvis yang biasa atau pada rektum.
2. Dysmenorrhea sekunder
                   Nyeri dengan pola yang berbeda didapatkan pada dysmenorrhea sekunder yang terbatas pada onset menstruasi. Nyeri pada dysmenorrhea sekunder berhubungan dengan penyebab dysmenorrhea sekunder itu sendiri. Ini biasanya berhubungan dengan perut besar atau kembung, pelvis terasa berat, dan nyeri punggung. Secara khas, nyeri meningkat secara progresif selama fase luteal dan akan memuncak sekitar onset menstruasi.
Gambaran umum dysmenorrhea sekunder antara lain:
a.  Dysmenorrhea terjadi selama siklus pertama atau kedua setelah menstruasi pertama.
b.  Dysmenorrhea dimulai setelah 25 tahun.
c.  Terdapat ketidaknormalan pelvis dengan pemeriksaan fisik, pertimbangkan kemungkinan endometriosis, pelvic inflamatory disease, dan pelvic adhesion.
d.  Sedikit atau tidak ada respons terhadap obat golongan NSAID (nonsteroidal anti-inflamatory drug) kontrasepsi oral, atau keduanya (Anurogo & Wulandari, 2011).

Perbedaan dysmenorrhea primer dan dysmenorrhea sekunder
Dysmenorrhea Primer
Dysmenorrhea Sekunder
Onset (serangan pertama) secara mendadak setelah menarche.
Onset dapat terjadi di waktu apapun setelah menarche (Umumnya setelah usia 25 tahun).
Nyeri perut atau panggul bawah biasanya berhubungan dengan onset aliran menstruasi dan berlangsung selama 8-72 jam.
Wanita dapat mengeluh mengalami perubahan waktu serangan pertama nyeri selama siklus haid atau dalam intensitas nyeri.
Dapat terjadi nyeri pada paha dan punggung, sakit/nyeri kepala, diare, nausea, dan vomiting
Gejala ginekelogis lainnya dapat terjadi, misalnya nyeri saat bersenggama dan siklus menstruasi memanjang.
Tidak dijumpai kelainan pada pemeriksaan fisik
Ada kelainan panggul (pelvic) pada pemeriksaan fisik.

Sumber: Anugoro & Wulandari (2011)

Semoga Bermanfaat.


DAFTAR PUSTAKA

Anurogo, Dito & Wulandari, Ari, 2011
                   Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid. ANDI, Yogyakarta

Kusmiran, Eny, 2011
                   Kesehatan Remaja dan Wanita. Salemba Medika, Jakarta

Rayburn, William F & Carey, Christopher J, 2001
            Obstetri dan Ginekologi. Widya Medika, Jakarta

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

Silakan tinggalkan komentar untuk kemajuan blog ini, terima kasih.