Komunikasi Terapeutik
Pengertian
Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong dan
membantu proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Northouse (1998)
mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan
perawat dalam berinteraksi untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres,
mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan atau
berinteraksi dengan orang lain. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi
interpersonal, artinya komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang
memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung,
baik secara verbal dan nonverbal (Mulyana, 2000).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanankan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien
(Indrawati, 2003). Komunikasi terapeutik bukan merupakan pekerjaan yang dapat
dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan
professional seorang perawat. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asik
dan sibuk bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manuasia dengan bergbagai
macam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003).
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas dapat
disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi terencanakan yang
terjadi antara perawat dan klien secara langsung atau tatap muka dengan tujuan untuk
menyelesaikan masalah dan membantu proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997;
Northouse, 1998; Mulyana, 2000; Indrawati, 2003; Arwani, 2003).
Manfaat komunikasi
terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan
kerjasama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien.
Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi
tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003).
Tujuan Komunikasi
Terapeutik
Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang
ada bila klien percaya pada hal yang diperlukan. Mengurangi keraguan, membantu
dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya
sendiri dalam hal peningkatan derajat kesehatan. Mempererat hubungan atau
interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara profesional dan
proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah klien.
Prinsip-prinsip
komunikasi terapeutik
Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti
memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut. Komunikasi harus ditandai
dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.
Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh
klien. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien
memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga
tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalahmasalah yang dihadapi.
Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara
bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan maupun frustasi. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan
dapat mempertahankan konsistensinya. Memahami betul arti simpati sebagai
tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati yang bukan tindakan terapeutik.
Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
Mampu berperan sebagai role model agar dapat
menunjukan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan. Disarankan
mengekspresikan perasaan yang dinaggap mengganggu. Perawat harus menciptakan
suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut. Altruisme, mendapatkan
kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin
keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia. Bertanggung jawab dalam
dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya atas tindakan yang dilakukan
dan tanggung jawab terhadap orang lain tentang apa yang dikomunikasikan. Karakteristik
Komunikasi Terapeutik
Ada tiga hal mendasar yang member cirri-ciri komunikasi terapeutik
yaitu sebagai berikut (Arwani, 2003):
1. Ikhlas
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus
bisa diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan
memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara
tepat.
2. Empati
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif
dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.
3. Hangat
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien
dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien
bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.
Fase-Fase
Komunikasi Terapeutik
Dalam membina hubungan terapeutik (berinteraksi) dengan
pasien, perawat mempunyai empat tahapan yang pada setiap tahapnya mempunyai tugas
yang berbeda-beda dan harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen,
dalam Christina, dkk, 2003) :
1. Tahap persiapan (Prainteraksi)
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan
sebelum berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini
perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya,
juga mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk
pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh perawat untuk
memahami dirinya dan menyiapkan diri (Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi
dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani,
2005). Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan
dilakukan. Apakah ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005).
Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini
sangat penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara
maksimal pada saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin
mempunyai kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan
orang lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya
dalam membuka pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling percaya
(Suryani, 2005).
Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat
penting karena dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami
klien. Paling tidak perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan
pada saat memulai interaksi (Suryani, 2005).
Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat
perlu merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan
mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk pertemuan
pertama tersebut (Suryani, 2005).
2. Tahap perkenalan (Orientasi)
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali
bertemu atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan,
perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer
dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah
bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk
membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan
data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta
mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi
terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan
terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling
percaya tidak mungkin akan terjadi keterbukaan antara kedua belah pihak.
Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah tergantung pada
situasi dan kondisi (Rahmat, J dalam Suryani 2005). Karena itu, untuk mempertahankan
atau membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas,
menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien (Suryani,
2005).
Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002).
Kontrak ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer
dalam Suryani, 2005). Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu
menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak
terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga
untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap
perawat karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa
dan serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan bahwa
perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada
diri klien sendiri (Suryani, 2005).
Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi
masalah klien. Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Dengan memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien
untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi
masalah klien. merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi
bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai.
Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan
kedua dan seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data,
rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil
tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama
klien (Cristina, dkk, 2002).
3. Tahap kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan
proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini
perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi
klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien
mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai
kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam
respons verbal maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening
karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah
klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan
masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi
cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya
dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan
hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran
dan ide
yang sama (Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005).
Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional
yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005)
4. Tahap terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien
(Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan
terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Terminasi sementara adalah
akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat
akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan. Terminasi
akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara
keseluruhan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan.
Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak
boleh terkesan menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar
mengulang atau
menyimpulkan.
Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan
dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat
perlu mengetahui bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
Apakah klien merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah
klien merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan
masalah baru bagi klien.
Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah
dilakukan. Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak
lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan
berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa
alternative mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa
meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternative tersebut.
Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini
penting dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan
berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses
terminasi perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan,
sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka
regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut
sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan responsif
terhadap kebutuhan klien
pada pelaksanaan tahap sebelumnya.
Sikap Komunikasi
Terapeutik
Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik
yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu :
1. Berhadapan
Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
2.Mempertahankan kontak mata Kontak mata pada level yang
sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi.
3. Membungkuk ke arah klien
Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau
mendengar sesuatu.
4. Mempertahankan sikap terbuka
Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan
untuk berkomunikasi.
5. Tetap rileks
Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan
relaksasi dalam memberi respon kepada klien.
Tekhnik-tekhnik
komunikasi terapeutik
1. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tekhnik yang dapat
mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya, tekhnik ini sering
digunakan pada tahap orientasi.
2. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama
dalam komunikasi terapeutik (Keliat, Budi, Anna, 1992). Mendengarkan adalah
proses aktif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) dan penerimaan informasi serta
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima (Hubson, S dalam
Suryani, 2005).
3. Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok
pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi
indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien (Keliat, Budi, Anna, 1992). Restarting
(pengulangan) merupakan suatu strategi yang mendukung listening (Suryani,
2005).
4. Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan
kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk
menjelaskan arti dari ungkapannya (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
5. Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali
ide, perasaan, pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan
untuk memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan
menekankan empati, minat, dan penghargaan
terhadap klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
6. Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan
kepada klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada
pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
7. Diam
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan
pada klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan
kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi pikiran masing-masing (Stuart
& Sundeen dalam Suryani, 2005).
8. Memberi informasi
Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan
tindakan penyuluhan kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam
mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang
relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan.
9. Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi
yang membantu klien mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawatklien. Tekhnik
ini membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat
mengakhiri pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan yaitu peninjauan kembali
komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B & Judith dalam Suryani, 2005).
10. Mengubah cara pandang
Tekhnik mengubah cara pandang (refarming) ini
digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu
atau masalah dari aspek negatifnya saja (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Tehnik
ini sangat bermanfaat terutama ketika klien berfikiran negatif terhadap
sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya. Jadi dengan begitu klien
bisa menerima dan meningkatkan harga dirinya.
11. Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih
jauh atau lebih dalam masalah yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani,
2005) supaya masalah tersebut bisa diatasi. Tehnik ini bermanfaat pada tahap
kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami
klien.
12. Membagi persepsi
Menurut Stuart G.W : 1998 dalam Suryani : 2005, menyatakan
membagi persepsi (sharing peception) adalah meminta pendapat klien tentang
hal yang perawat rasakan atau pikirkan. Tehnik ini digunakan ketika perawat
merasakan atau melihat ada perbedaan antara respon verbal dan respon nonverbal
klien, dan untuk selanjutnya menyamakan persepsi yang berbeda itu.
13. Mengidentifikasi tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan
klien dan harus mampu manangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya
adalah untuk meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting (Stuart &
Sadeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja
untuk memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan
klien.
14. Humor
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik.
Menurut Nightingale, F dalam Anonymous : 1999 dalam Suryani : 2005, mengatakan
suatu pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor. Humor dapat
meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah
dan nadi. Humor juga bisa membuat suasana menjadi lebih santai dan rileks.
Humor juga bisa melepaskan ketegangan yang terjadi pada proses komunikasi.
12. Memberikan pujian
Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan
psikologis yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement
berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien (Gerald,
D dalam Suryani, 2005). Semua orang pasti senang ketika mendapatkan pujian dari
seseorang, begitu juga dengan pasien yang mendaptkan pujian dari perawat.
Terima kasih, semoga bermanfaat.